PENGADILAN
NIAGA
Resesi ekonomi yang melanda dunia dan banyaknya pelaku
usaha yang tidak melunasi utangnya pada tanggal jatuh tempo,
telah memperparah keterpurukan ekonomi Indonesia pada tahun 1997. Untuk
memperbaiki kondisi tersebut, maka pada tahun 1998 dibentuk dan diberlakukan
Undang-Undang No. 4 tahun 1998 jo Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
No 1 tahun 1998 tentang kepailitan. Melalui lembaga ini diharapkan debitur
dapat membayar atau terbebas dari utangnya dan kreditur memberi kesempatan
kepada kreditur untuk membayar tagihannya atau untuk mendapatkan tagihannya
melalui pemberesan yang dilakukan oleh curator.
Pengadilan niaga dibentuk untuk memeriksa dan memutus
permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran utang ,yang ditempatkan dibawah peradilan umum.
Menurut Pasal 280 ayat (2)
Undang-Undang No. 4 tahun 1998, Pengadilan Niaga berfungsi memeriksa dan
memutus permohonan pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan
berwenang pula memeriksa dan memutuskan perkara lain di bidang perniagaan yang
penetapannya dilakukan dengan Peraturan Pemerintah. Untuk pertama kali lembaga
ini hanya dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan kemudian disusul di
empat kota besar lainnya, yaitu Semarang, Surabaya, Makassar (Ujung Pandang)
dan Medan.
Ruang Lingkup Pengadilan
Niaga
Hingga saat ini
Pengadilan Niaga berwenang menangani perkara-perkara sebagai berikut :
1.
Kepailitan dan PKPU , serta hal-hal yang berkaitan denganya, termasuk
kasus-kasus actio pauliana dan persaudaraan dan prosedur renvoi tanpa memperhatikan apakah
pembuktianya sederhana atau / tidak.
2.
Hak kekayaan intelektual yang meliputi desain industri , desain tata letak
sirkuit,hak paten , hak merek dan hak cipta
3.
Lembaga penjamin simpanan yang meliputi sengketa dalam proses likuidasi
tuntutan pembatalan segala perbuatan hukum bank yang mengakibatkan berkurangnya
asset atau bertambahnya kewajiban, yang dilakukan dalam jangka waktu tahun
sebelum pencabutan izin usaha.
Ruang lingkup kewenangan
pengadilan niaga tidak hanya mencakup perkara ,kepailitan dan penundaan
kewajiban dan pembayaran utang (PKPU) saja. Tapi pengadilan niaga juga
berwenang menangani sengketa-sengketa komersial lainnya seperti sengketa
dibidang hak kekayaan intelektual (“HKI”) dan sengketa dalam proses likuidasi
bank yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan (“LPS”).
Jadi , berdasarkan peraturan
perundang-undangan ,hingga saat ini Pengadilan Niaga Berwenang menangani
perkara-perkara sebagai berikut :
a.
Kepailitan dan PKPU, serta hal-hal yang berkaitan denganya, termasuk kasus
actio pauliana dab prosedur renvoi tanpa memperhatikan apakah pembuktianya
sederhana atau tidak. (UU NO.37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang )
b.
Hak kekayaan intelektual
1.
Desain industri (UU NO .31 Tahun 2000 tentang Desain industri )
2.
Desain Tata letak sirkuit terpadu ( UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain
Tata Letak sirkuit terpadu)
3.
Paten ( UU No.14 tahun 2001 tentang paten )
4.
Merek ( UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek )
5.
Hak cipta ( UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
c.
Lembaga Penjamin Simpanan ( UU No. 24 tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin
Simpanan
1.
Sengketa dalam proses likuidasi
2.
Tuntutan pembatalan sgala perbuatan hukum bank yang mengakibatkan
berkurangnya asset atau bertambahnya kewajiban bank, yang dilakukan dalam
jangka waktu 1 tahun sebelum pencabutan izin usaha.
Sumber
: http://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Niaga
http://hukum.kompasiana.com/2012/01/29/pengadilan-niaga-434412.html