Minggu, 15 November 2015

Tulisan 2- Etika Auditing




ETIKA DALAM AUDITING

Pengertian Etika Berdasarkan bahasa
Menurut bahasa yunani kuno, etika berasal  dari kata ethikos yang berarti “ timbul dari kebiasaan “. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu : meta-etika ( studi konsep etika ), etika normatif ( studi penentuan nilai etika), dan etika terapan ( studi penggunaan nilai-nilai etika ). 
Auditing adalah suatu proses dengan apa seseorang yang mampu dan independent dapat menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti dari keterangan yang terukur dari suatu kesatuan ekonomi dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari keterangan yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
          Etika dalam auditing adalah suatu proses yang  sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut, serta penyampaian hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Auditor harus bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit dengan tujuan untuk memperoleh keyakinan memadai mengenai apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan ataupun kecurangan.

1.    Kepercayaan Publik

       Etika dalam auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen.
      kepercayaan masyarakat umum sebagai pengguna jasa audit atas independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun disebabkan oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independensi tersebut. Untuk menjadi independen, auditor harus secara intelektual jujur, bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya baik merupakan manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan. Kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan mempunyai tanggung jawab menjadi kompten dan untuk menjaga integritas dan obyektivitas mereka.

2.    Tanggung Jawab Auditor Kepada Publik

Profesi akuntan di dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib dengan menilai kewajaran dari laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Ketergantungan antara akuntan dengan publik menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Dalam kode etik diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang membayarnya saja, akan tetapi memilki tanggung jawab juga terhadap publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung  jawabnya dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa dengan tingkat profesionalisme yang tinggi. Atas kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Justice Buger mengungkapkan bahwa akuntan publik yang independen dalam memberikan laporan penilaian mengenai laporan keuangan perusahaan memandang bahwa tanggung jawab kepada publik itu melampaui hubungan antara auditor dengan kliennya.
Ketika auditor menerima penugasan audit terhadap sebuah perusahaan, hal ini membuat konsekuensi terhadap auditor untuk bertanggung jawab kepada publik. Penugasan untuk melaporkan kepada publik mengenai kewajaran dalam gambaran laporan keuangan dan pengoperasian perusahaan untuk waktu tertentu memberikan “ fiduciary responsibility” kepada auditor untuk melindungi kepentingan publik dan sikap independen dari klien yang digunakan sebagai dasar dalam menjaga kepercayaan dari publik.

3.    Tanggung Jawab Dasar Auditor 

The Auditing Practice Committee, yang merupakan cikal bakal dari Auditing Practices Board, ditahun 1980, memberikan ringkasan ( summary ) tanggung jawab auditor :
1.   Perencanaan, pengendalian dan pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan   mencatat pekerjaannya. 
2.    Sistem Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusutan laporan keuangan.
3.    Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
4.   Pengendalian Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test. 
5.    Meninjau Ulang Laporan Keuangan Yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.

4.    Independensi Auditor 

Independensi merupakan dasar dari profesi auditing. Hal itu berarti auditor akan bersifat netral terhadap entitas, dan oleh karena itu akan bersifat objektif. Publik dapat mempercayai fungsi audit karena auditor bersikap tidak memihak serta mengakui adanya kewajiban untuk bersikap adil. Entitas adalah klien auditor, namun CPA memiliki tanggung jawab yang lebih besar kepada para pengguna laporan auditor yang jelas telah diketahui. Auditor tidak boleh memposisikan diri atau pertimbangannya di bawah kelompok apapun dan siapapun. Independensi, integritas dan objektivitas auditor mendorong pihak ketiga untuk menggunakan laporan keuangan yang tercakup dalam laporan auditor dengan rasa yakin dan percaya sepenuhnya.
Independensi adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain ( Mulyadi dan Puradireja , 2002 : 26 ). Dalam SPAP ( IAI, 2001 : 220.1 ) auditor diharuskan bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum.
Terdapat 3 aspek independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut :
1. Independence in fact ( independensi dalam fakta ). Artinya auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
2. Independence in appearance ( independensi dalam penampilan ). Artinya pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
3. Independence in competence ( independensi dari sudut keahliannya ). Independensi dari sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
5.    Peraturan Pasar Modal dan Regulator mengenai independensi akuntan publik
Pada tanggal 28 februari 2011, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) telah menerbitkan peraturan yang mengatur mengenai independensi akuntan yang memberikan jasa di pasar modal, yaitu dengan berdasarkan peraturan Nomor VIII.A.2 lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-86/BL/2011 tentang independensi Akuntan Yang Memberikan Jasa di Pasar Modal.
Seperti yang disiarkan dalam Press Release Bapepam LK pada tanggal 28 februari 2011, Peraturan Nomor VIII.A.2 tersebut merupakan penyempurnaan atas peraturan yang telah ada sebelumnya dan bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi Kantor Akuntan Publik atau Akuntan Publik dalam memberikan jasa profesional sesuai bidang tugasnya.
Ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor : VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor : Kep-20/PM/2002 tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
1.     Periode Audit adalah periode yang mencakup periode laporan keuangan yang menjadi objek audit, review atau atestasi lainnya.
2.    Periode Penugasan Profesional adalah periode penugasan untuk melakukan pekerjaan atestasi  termasuk menyiapkan laporan kepada Bapepam dan Lembaga Keuangan. 
3.      Anggota Keluarga Dekat adalah istri atau suami, orang tua, anak baik didalam maupun diluar tanggungan dan saudara kandung. 
4.  Fee Kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional yang hanya akan dibebankan apabila ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu terebut.
5.    Orang Dalam Kantor Akuntan Publik adaah orang yang termasuk dalam penugasan audit, review, atestasi lainnya dan/ non atestasi yaitu : rekan, pimpinan, karyawan profesional dan penelaah yang terlibat dalam penugasan.

6.    Contoh Kasus

PT Kimia farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp. 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementrian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober  2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp.99,56 milyar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit industri bahan baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 milyar, pada unit logistik sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 milyar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 milyar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 milyar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dillakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan. Sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitahuan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementrian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT. KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan dalam laporan keuangan pada semester 1 tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 Khusus huruf m- Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3 Kesalahan Mendasar, sebagai berikut :
“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru ”.

Analisisnya :
Dalam kasus PT. Kimia Farma Tbk. Diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan menggelembungkan laba bersih dari pada yang seharusnya ( windowdressing ). Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor.
Untuk itulah kode etik profesi harus dibuat untuk menopang praktik yang sehat bebas dari kecurangan. Kode etik mengatur anggotanya dan menjelaskan hal apa yang baik dan tidak baik dan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai anggota profesi baik dalam berhubungan dengan kolega, klien, publik dan karyawan sendiri.
Yang harus menjadi sebuah pelajaran bahwa sesungguhnya suatu praktik atau perilaku yang dilandasi dengan ketidakbaikan maka akhirnya akan menuai ketidakbaikan pula termasuk kerugan bagi banyak pihak. Langkah pertama dan utama dalam menerapkan Good Corporate Governance (GCG) adalah adanya dewan komisaris yang berperan aktif, independen, dan konstruktif. Untuk itu, dibutuhkan struktur, sistem dan proses yang memadai agar hal tersebut dapat terwujud. Setidaknya mencakup komposisi, kemampuan dan pengalaman anggota dewan serta bagaimana proses seleksi, peran, dan penilaian kinerja mereka.
      Agar sistematis dan kontinue, pelaksanaan GCG oleh perusahaan dapat dilakukan melalui empat tindakan, yaitu : penetapan visi, misi dan corporate values, penyusunan corporate governance structure, pembangunan corporate culture dan penetapan sasaran publik disclosures.
         Fungsi audit internal merupakan elemen penting dari sistem pengendalian internal perusahaan. Pedoman Good Governance menegaskan pentingya keberadaan fungsi audit internal ini. Fungsi ini harus dilakukan oleh pihak yang terpisah dari operasional perusahaan sehari-hari dan dapat dilakukan oleh pihak internal perusahaan maupun eksternal perusahaan seperti auditor eksternal. Saran pada akhirnya semua hal ini kembali kepada masing-masing individu auditornya dalam melaksanakan jasa profesionalnya yang menuntut sikap independensi, obyektivitas, integritas yang tinggi, serta kemampuan profesional dalam bidangnya.
         Apapun profesi yang ditekuni, harus berdasarkan etika yang berlaku. Etika profesi itu sendiri memiliki tujuan seperti standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab kepada lembaga dan masyarakat umum, membantu para profesional dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat dalam menghadapi dilema pekerjaan mereka, standar etika bertujuan untuk menjaga reputasi atau nama profesional, untuk menjaga kelakuan dan integritas para tenaga profesi.

Sumber : 
http://innelrosa.blogspot.co.id/2012/10/etika-dalam-auditing.html?m=1
http://ginafirdiani.blogspot.co.id/2014/11/etika-dalam-auditing.html
http://www.academia.edu/5094019/Makalah_Mata_Kuliah_Etika_Bisnis_Dan_Profesi_Etika_Dalam_Praktek_Auditing_dan_Konsultan_Manajemen_
http://dalilarester.blogspot.co.id/2013/10/etika-dalam-auditing.html?m=1






Tidak ada komentar:

Posting Komentar