ETIKA DALAM
AUDITING
Pengertian Etika
Berdasarkan bahasa
Menurut bahasa yunani kuno, etika berasal dari kata
ethikos yang berarti “ timbul dari kebiasaan “. Etika adalah cabang utama
filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai
standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti
benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika terbagi menjadi tiga
bagian utama yaitu : meta-etika ( studi konsep etika ), etika normatif ( studi
penentuan nilai etika), dan etika terapan ( studi penggunaan nilai-nilai etika
).
Auditing adalah suatu proses dengan apa seseorang yang
mampu dan independent dapat menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti dari
keterangan yang terukur dari suatu kesatuan ekonomi dengan tujuan untuk
mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari keterangan yang terukur
tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Etika dalam auditing adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh
serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan
ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi
tersebut, serta penyampaian hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Auditor harus
bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit dengan tujuan untuk
memperoleh keyakinan memadai mengenai apakah laporan keuangan bebas dari salah
saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan ataupun kecurangan.
1. Kepercayaan Publik
Etika dalam auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan
dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai
suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang
dimaksud dengan kriteria-kriteria yang yang dilakukan oleh seorang yang
kompeten dan independen.
kepercayaan masyarakat umum sebagai pengguna jasa audit atas independen sangat
penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan
menurun jika terdapat bukti bahwa independensi auditor ternyata berkurang,
bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun disebabkan oleh keadaan mereka
yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap
independensi tersebut. Untuk menjadi independen, auditor harus secara
intelektual jujur, bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak
mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya baik merupakan manajemen perusahaan
atau pemilik perusahaan. Kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor
dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk
untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana
mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana
akuntan mempunyai tanggung jawab menjadi kompten dan untuk menjaga integritas
dan obyektivitas mereka.
2. Tanggung Jawab Auditor Kepada Publik
Profesi akuntan di
dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam memelihara
berjalannya fungsi bisnis secara tertib dengan menilai kewajaran dari laporan
keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Ketergantungan antara akuntan dengan
publik menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Dalam
kode etik diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap
klien yang membayarnya saja, akan tetapi memilki tanggung jawab juga terhadap
publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan
institusi yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan
untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, obyektifitas,
keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani publik. Para
akuntan diharapkan memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan jasa imbalan
yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa dengan tingkat profesionalisme yang
tinggi. Atas kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus
secara terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme
yang tinggi.
Justice Buger mengungkapkan bahwa akuntan publik yang independen dalam
memberikan laporan penilaian mengenai laporan keuangan perusahaan memandang
bahwa tanggung jawab kepada publik itu melampaui hubungan antara auditor dengan
kliennya.
Ketika auditor
menerima penugasan audit terhadap sebuah perusahaan, hal ini membuat
konsekuensi terhadap auditor untuk bertanggung jawab kepada publik. Penugasan
untuk melaporkan kepada publik mengenai kewajaran dalam gambaran laporan
keuangan dan pengoperasian perusahaan untuk waktu tertentu memberikan “
fiduciary responsibility” kepada auditor untuk melindungi kepentingan publik
dan sikap independen dari klien yang digunakan sebagai dasar dalam menjaga kepercayaan
dari publik.
3. Tanggung Jawab Dasar Auditor
The Auditing
Practice Committee, yang merupakan cikal bakal dari Auditing Practices Board,
ditahun 1980, memberikan ringkasan ( summary ) tanggung jawab auditor :
1.
Perencanaan, pengendalian
dan pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat
pekerjaannya.
2.
Sistem Akuntansi.
Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan
transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusutan laporan keuangan.
3.
Bukti Audit.
Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan
kesimpulan rasional.
4.
Pengendalian
Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian
internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan
compliance test.
5.
Meninjau Ulang
Laporan Keuangan Yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan
keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang
diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar
rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.
4. Independensi Auditor
Independensi
merupakan dasar dari profesi auditing. Hal itu berarti auditor akan bersifat
netral terhadap entitas, dan oleh karena itu akan bersifat objektif. Publik
dapat mempercayai fungsi audit karena auditor bersikap tidak memihak serta
mengakui adanya kewajiban untuk bersikap adil. Entitas adalah klien auditor,
namun CPA memiliki tanggung jawab yang lebih besar kepada para pengguna laporan
auditor yang jelas telah diketahui. Auditor tidak boleh memposisikan diri atau
pertimbangannya di bawah kelompok apapun dan siapapun. Independensi, integritas
dan objektivitas auditor mendorong pihak ketiga untuk menggunakan laporan
keuangan yang tercakup dalam laporan auditor dengan rasa yakin dan percaya
sepenuhnya.
Independensi
adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak
tergantung pada orang lain ( Mulyadi dan Puradireja , 2002 : 26 ). Dalam SPAP (
IAI, 2001 : 220.1 ) auditor diharuskan bersikap independen, artinya tidak mudah
dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum.
Terdapat 3 aspek
independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut :
1. Independence in fact ( independensi dalam fakta ).
Artinya auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat
dengan objektivitas.
2. Independence in appearance ( independensi dalam
penampilan ). Artinya pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan
pelaksanaan audit.
3. Independence in competence ( independensi dari sudut
keahliannya ). Independensi dari sudut pandang keahlian terkait erat dengan
kecakapan profesional auditor.
5. Peraturan Pasar Modal dan Regulator mengenai independensi
akuntan publik
Pada tanggal 28
februari 2011, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK)
telah menerbitkan peraturan yang mengatur mengenai independensi akuntan yang
memberikan jasa di pasar modal, yaitu dengan berdasarkan peraturan Nomor
VIII.A.2 lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-86/BL/2011 tentang independensi Akuntan Yang Memberikan Jasa di Pasar
Modal.
Seperti yang
disiarkan dalam Press Release Bapepam LK pada tanggal 28 februari 2011,
Peraturan Nomor VIII.A.2 tersebut merupakan penyempurnaan atas peraturan yang
telah ada sebelumnya dan bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi Kantor
Akuntan Publik atau Akuntan Publik dalam memberikan jasa profesional sesuai
bidang tugasnya.
Ketentuan-ketentuan
yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor :
VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor : Kep-20/PM/2002 tentang Independensi
Akuntan yang Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal. Dalam peraturan ini yang
dimaksud dengan :
1.
Periode Audit
adalah periode yang mencakup periode laporan keuangan yang menjadi objek
audit, review atau atestasi lainnya.
2.
Periode Penugasan
Profesional adalah periode penugasan untuk melakukan pekerjaan
atestasi termasuk menyiapkan laporan kepada Bapepam dan Lembaga
Keuangan.
3.
Anggota Keluarga
Dekat adalah istri atau suami, orang tua, anak baik didalam maupun diluar tanggungan
dan saudara kandung.
4.
Fee Kontinjen
adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional yang hanya
akan dibebankan apabila ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee
tergantung pada temuan atau hasil tertentu terebut.
5.
Orang Dalam Kantor
Akuntan Publik adaah orang yang termasuk dalam penugasan audit, review,
atestasi lainnya dan/ non atestasi yaitu : rekan, pimpinan, karyawan
profesional dan penelaah yang terlibat dalam penugasan.
6. Contoh Kasus
PT Kimia farma
adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di indonesia. Pada
audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba
bersih sebesar Rp. 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans
Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementrian BUMN dan Bapepam
menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa.
Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia
Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang
cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan
hanya sebesar Rp.99,56 milyar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar atau
24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit industri
bahan baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 milyar,
pada unit logistik sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9
milyar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar
Rp 8,1 milyar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 milyar.
Kesalahan
penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam
daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur
produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan pada tanggal 1 dan 3
Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya
dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per
31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan
adalah dengan dillakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda
tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan. Sehingga
tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa
KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar
audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP
tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya
diikuti dengan pemberitahuan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementrian
BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT. KAEF
setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan dalam laporan
keuangan pada semester 1 tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar
Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2
Khusus huruf m- Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3 Kesalahan
Mendasar, sebagai berikut :
“Kesalahan
mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam
penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau
kelalaian.
Dampak perubahan
kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan
secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali untuk periode yang telah
disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode
sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian
dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam
ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru ”.
Analisisnya :
Dalam kasus PT. Kimia Farma Tbk. Diketahui terjadinya
perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan
menggelembungkan laba bersih dari pada yang seharusnya ( windowdressing ).
Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati
investor.
Untuk itulah kode etik profesi harus dibuat untuk
menopang praktik yang sehat bebas dari kecurangan. Kode etik mengatur
anggotanya dan menjelaskan hal apa yang baik dan tidak baik dan mana yang boleh
dan tidak boleh dilakukan sebagai anggota profesi baik dalam berhubungan dengan
kolega, klien, publik dan karyawan sendiri.
Yang harus menjadi
sebuah pelajaran bahwa sesungguhnya suatu praktik atau perilaku yang dilandasi
dengan ketidakbaikan maka akhirnya akan menuai ketidakbaikan pula termasuk
kerugan bagi banyak pihak. Langkah pertama dan utama dalam menerapkan Good
Corporate Governance (GCG) adalah adanya dewan komisaris yang berperan aktif,
independen, dan konstruktif. Untuk itu, dibutuhkan struktur, sistem dan proses
yang memadai agar hal tersebut dapat terwujud. Setidaknya mencakup komposisi,
kemampuan dan pengalaman anggota dewan serta bagaimana proses seleksi, peran,
dan penilaian kinerja mereka.
Agar sistematis dan kontinue, pelaksanaan GCG oleh perusahaan dapat dilakukan
melalui empat tindakan, yaitu : penetapan visi, misi dan corporate values,
penyusunan corporate governance structure, pembangunan corporate culture dan
penetapan sasaran publik disclosures.
Fungsi audit internal merupakan elemen penting dari sistem pengendalian
internal perusahaan. Pedoman Good Governance menegaskan pentingya keberadaan
fungsi audit internal ini. Fungsi ini harus dilakukan oleh pihak yang terpisah
dari operasional perusahaan sehari-hari dan dapat dilakukan oleh pihak internal
perusahaan maupun eksternal perusahaan seperti auditor eksternal. Saran pada
akhirnya semua hal ini kembali kepada masing-masing individu auditornya dalam
melaksanakan jasa profesionalnya yang menuntut sikap independensi,
obyektivitas, integritas yang tinggi, serta kemampuan profesional dalam bidangnya.
Apapun profesi yang ditekuni, harus berdasarkan etika yang berlaku. Etika
profesi itu sendiri memiliki tujuan seperti standar etika menjelaskan dan
menetapkan tanggung jawab kepada lembaga dan masyarakat umum, membantu para
profesional dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat dalam menghadapi
dilema pekerjaan mereka, standar etika bertujuan untuk menjaga reputasi atau
nama profesional, untuk menjaga kelakuan dan integritas para tenaga profesi.
Sumber :
http://innelrosa.blogspot.co.id/2012/10/etika-dalam-auditing.html?m=1
http://ginafirdiani.blogspot.co.id/2014/11/etika-dalam-auditing.html
http://www.academia.edu/5094019/Makalah_Mata_Kuliah_Etika_Bisnis_Dan_Profesi_Etika_Dalam_Praktek_Auditing_dan_Konsultan_Manajemen_
http://dalilarester.blogspot.co.id/2013/10/etika-dalam-auditing.html?m=1